DENGAN METODE KURSUS KILAT "ASSIHAM", belajar ilmu waris SEMULA MEMBUTUHKAN WAKTU SETAHUN, KINI ILMU WARIS DAPAT DI KUASAI HANYA DENGAN WAKTU 24 JAM di jamin mahir ilmu waris. hubungi kami di sini http://adf.ly/1OWIx5 dan ikuti diskusinya di sini http://adf.ly/1P7OES/

Selasa, 22 September 2015

tanya jawab idul adha bab HUKUM puasa dg taqlid/itbak/ mengikuti NEGARA LAIN / ORMAS

Soal 4
Sebagian orang ada yang berpuasa lebih dulu karena mengikuti penetapan puasa Negara lain, dan ada pula karena mengikuti penetapan sebuah Ormas keagamaan. Apakah tindakan orang tersebut dibenarkan dalam pandangan agama?

Jawab:
 Tindakan orang tersebut tidak dapat dibenarkan, berdasarkan dalil-dalil berikut ini. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ. (النساء : 59).


“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. al-Nisa’ : 59).

Ayat di atas menegaskan, bahwa umat Islam wajib taat kepada Allah, taat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kepada ulil amri atau pemerintah. Kewajiban taat kepada pemerintah, termasuk dalam penentuan awal puasa dan hari raya. Dalam kitab-kitab tafsir diterangkan:

قَالَ سَهْلٌ بْنُ عَبْدِ اللهِ التُّسْتَرِيُّ : أَطِيْعُوا السُّلْطَانَ فِيْ سَبْعَةٍ : ضَرْبِ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ وَالْمَكَايِيْلِ وَاْلأَوْزَانِ وَاْلأَحْكَامِ وَالْحَجِّ وَالْجُمْعَةِ وَالْعِيْدَيْنِ وَالْجِهَادِ.

“Sahal bin Abdullah al-Tustari berkata: “Taatlah kalian kepada penguasa dalam tujuh perkara; 1) pembuatan mata uang dirham dan dinar, 2) takaran dan timbangan, 3) penetapan hukum-hukum, 4) haji, 5) Jum’at, 6) dua hari raya dan 7) jihad”. (Al-Qurthubi, al-Jami’ li-Ahkam al-Qur’an, juz 5 hlm 167; dan Abu Hayyan, al-Bahr al-Muhith, juz 3 hlm 290).

Keharusan mengikuti pemerintah dalam hal penentuan waktu ibadah, juga diperkuat oleh hadits-hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَة عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ. أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَابْنُ مَاجَه وَالتِّرْمِذِي وَصَحَّحَهُ

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Puasa kalian adalah hari kalian semua berpuasa. Idul fitri kalian, hari kalian beridul fitri. Idul adha kalian, hari kalian berkurban.” (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi dan menilainya shahih, dan Ibnu Majah).

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ الهِa صَلَّى الهُe عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ: رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ .

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Idul fitri adalah ketika orang-orang beridul fitri. Idul adha adalah ketika orang-orang berkurban.” (HR. al-Tirmidzi [802]).

Dua hadist di atas menunjukkan pada dua hal:
Pertama, bahwa penentuan hari rayaIdul Fitrhi dan Idul Adha adalah wewenang pemerintah, bukan ormas atau yayasan.
Kedua, bahwa berpuasa dan berhari raya hendaknya bersama mayoritas masyarakat disekitarnya, tidak boleh menyelisihi mereka dengan sholat dan ibadah sendiri. Demikian ini diperkuat dengan atsar berikut ini:

وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ رَجُلَيْنِ فِي زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ رَأَيَا هِلالَ شَوَّالٍ فَأَفْطَرَ أَحَدُهُمَا وَلَمْ يُفْطِرْ الآخَرُ. فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ قَالَ لِلَّذِي أَفْطَرَ : لَوْلا صَاحِبُك لأَوْجَعْتُك ضَرْبًا.

Telah diriwayatkan bahwa dua orang laki-laki pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melihat bulan Syawal. Lalu salah satunya berbuka, sedangkan yang satunya tidak berbuka. Lalu hal itu sampai kepada Umar, maka Umar berkata kepada orang yang berbuka itu: “Seandainya bukan karena temanmu, pasti aku memukulmu hingga kesakitan.” (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, juz juz 25 hlm 204).

Dalam atsar di atas, Khalifah Umar bin al-Khattab menegur orang yang memulai Idul Fithri secara sendiri-sendiri tanpa koordinasi dengan pemerintah. Hal itu menunjukkan bahwa untuk mengawali Idul Fithri atau puasa hendaknya menunggu keputusan pemerintah, bukan memutuskan sendiri-sendiri, meskipun ia telah melihat bulan Syawal.

Ahlussunnah Wal-Jama’ah selalu mengajak pada kebersamaan dan kerukunan dengan sesama Muslim, dan mentaati pemerintah, meskipun pemerintahan yang sewenang-wenang. Melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang memerintah dengan sewenang-wenang, termasuk tanda-tanda ahli bid’ah kaum Mu’tazilah dan Khawarij. Dalam kitab-kitab akidah diterangkan:

وَفِي التَّمْهِيْدِ لاِبْنِ عَبْدِ الْبَرِّ: ذَهَبَتْ طَائِفَةٌ مِنَ الْمُعْتَزِلَةِ وَعَامَّةِ الْخَوَارِجِ إِلىَ جَوَازِ مُنَازَعَةِ اْلإِمَامِ الْجَائِرِ

Dalam kitab al-Tamhid karya Ibnu Abdil Barr: “Sekelompok dari Mu’tazilah dan mayoritas Khawarij berpendapat, bolehnya melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang sewenang-wenang.” (Al-Imam Ibrahim al-Laqani, Hidayah al-Murid li-Jauharah al-Tauhid, hlm 450).

KESIMPULAN:
1. Tindakan orang tersebut tidak dapat dibenarkan, berdasarkan dalil-dalil
 2. Tidak ada dalil yang sohih maupun contoh dari rosululloh di perintahkan hari raya/puasa mengikuti ormas/negara.

simak selangkapnya di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar