Soal 3
Apakah puasa hari Arafah harus menunggu wukuf di Arafah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang?
Jawab:
Berpuasa Arafah tidak harus menunggu orang-orang wukuf di Arafah, akan
tetapi sesuai dengan rukyah di masing-masing daerah. Dalam hadits-hadits
shahih ditegaskan:
وَعَن ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهُمَا،
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم أَنَّهُ قَالَ: صُومُوا
لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ
فَعُدُّوا ثَلاَثِينَ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berpuasalah kalian karena
melihat bulan dan berbukalah karena melihat bulan. Apabila mendung
menghalangi kalian melihatnya, maka hitunglah 30 hari.” (HR. Ahmad
2/415, al-Bukhari [1909], dan lain-lain).
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :« صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ،
وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا
ثَلاَثِينَ ».
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berbukalah karena melihat
bulan. Apabila bulan tertutupi oleh mendung, maka hitunglah tiga puluh
hari.” (HR. Muslim [1081]).
Hadits Ibnu Abbas dan Abu Hurairah di
atas menunjukkan bahwa memulai ibadah puasa, idul fitri dan idul adha
adalah dengan rukyat hilal, bukan dengan menunggu jamaah wukuf di
Arafah. Kesimpulan ini diperkuat dengan hadits Abdullah bin Umar
radhiyallahu ‘anhuma berikut ini:
أَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ يُضَحِّي
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Madinah selama sepuluh tahun
beliau selalu berqurban.” ( HR. al-Tirmidzi [1507], dan Ahmad [4935].
Al-Tirmidzi berkata: “ Ini adalah hadist hasan shahih”. ).
Hadist
di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
selama tinggal di Madinah selalu berkurban tanpa menunggu orang wukuf di
Arafah, karena ibadah Haji memang belum disyariatkan pada waktu itu.
Kesimpulan ini diperkuat dengan hadits berikut ini:
عَنْ أَنَسِ
قَالَ: كَانَ لأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ من كُلِّ سَنَةٍ
يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا
وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ بِهِمَا خَيْرا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ
وَيَوْمَ النحر
“Anas berkata: “Kaum Jahiliyah memiliki dua hari
dalam setiap tahun untuk bersenang-senang. Setelah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah, beliau bersabda: “Kalian memang
memiliki dua hari untuk bersenang-senang, dan Allah telah menggantikan
yang lebih baik dari pada dua hari tersebut bagi kalian yaitu hari raya
idul fitri dan idul adha.” (HR. Muslim [1767]).
Menurut para ahli
sejarah bahwa Idul Fitri dan Idul Adha disyariatkan pada tahun pertama
atau kedua Hijriah, sedangkan ibadah Haji baru disyariatkan pada tahun
ke enam atau kesembilan Hijriah, sehingga untuk menentukan hari raya
Idul Adha tidak harus menunggu jamaah haji wukuf di Arafah. Al-Imam
an-Nawawi berkata : “ Haji disyariatkan pada tahun keenam, ada yang
mengatakan tahun kesembilan Hijiriyah.”
Kesimpulan di atas
diperkuat oleh hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu berikut ini, bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صيامُ يومِ عرفةَ : إِني أحْتَسِبُ على الله أن يُكَفِّرَ السنة التي بعدَه والسَّنَّة التي قبلَهُ
“Puasa
hari Arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan penebus (dosa)
satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Muslim).
Hadits
di atas memberikan anjuran agar berpuasa pada hari Arafah. Sedangkan
orang yang sedang wukuf di Arafah, tidak disunnahkan baginya untuk
berpuasa, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa
pada hari itu. Kesimpulan bahwa puasa Arafah tidak tergantung dengan
orang wukuf di Arafah, diperkuat dengan hadits berikut ini:
عَنْ
حَفْصَةَ بِنْتِ عُمَرَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ
تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ، وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ
كُلِّ شَهْرٍ.
Dari Hafshah binti Umar: “Bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa pada tanggal 9
Dzulhijjah, puasa ‘asyura’, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An-Nasa’i
4/221, Abu Dawud [2452], Ahmad 6/289).
Dua hadist di atas saling
menguatkan, dan menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan puasa Arafah
adalah puasa 9 Dzulhijjah, bukan ketika orang wukuf di Arafah
KESIMPULAN
1. Berpuasa Arafah tidak harus menunggu orang-orang wukuf di Arafah, akan
tetapi sesuai dengan rukyah di masing-masing daerah.
ikuti jawaban selengkapannya di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar