DENGAN METODE KURSUS KILAT "ASSIHAM", belajar ilmu waris SEMULA MEMBUTUHKAN WAKTU SETAHUN, KINI ILMU WARIS DAPAT DI KUASAI HANYA DENGAN WAKTU 24 JAM di jamin mahir ilmu waris. hubungi kami di sini http://adf.ly/1OWIx5 dan ikuti diskusinya di sini http://adf.ly/1P7OES/

Selasa, 22 September 2015

TANYA JAWAB TENTANG PENETAPAN HARI RAYA IDUL ADHA 2015 bab puasa dan wukuf di arofah

Soal 3
 Apakah puasa hari Arafah harus menunggu wukuf di Arafah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang?


Jawab:
Berpuasa Arafah tidak harus menunggu orang-orang wukuf di Arafah, akan tetapi sesuai dengan rukyah di masing-masing daerah. Dalam hadits-hadits shahih ditegaskan:

وَعَن ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم أَنَّهُ قَالَ: صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلاَثِينَ



Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berpuasalah kalian karena melihat bulan dan berbukalah karena melihat bulan. Apabila mendung menghalangi kalian melihatnya, maka hitunglah 30 hari.” (HR. Ahmad 2/415, al-Bukhari [1909], dan lain-lain).

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :« صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلاَثِينَ ».

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berbukalah karena melihat bulan. Apabila bulan tertutupi oleh mendung, maka hitunglah tiga puluh hari.” (HR. Muslim [1081]).

Hadits Ibnu Abbas dan Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa memulai ibadah puasa, idul fitri dan idul adha adalah dengan rukyat hilal, bukan dengan menunggu jamaah wukuf di Arafah. Kesimpulan ini diperkuat dengan hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berikut ini:

أَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ يُضَحِّي

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Madinah selama sepuluh tahun beliau selalu berqurban.” ( HR. al-Tirmidzi [1507], dan Ahmad [4935]. Al-Tirmidzi berkata: “ Ini adalah hadist hasan shahih”. ).

Hadist di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama tinggal di Madinah selalu berkurban tanpa menunggu orang wukuf di Arafah, karena ibadah Haji memang belum disyariatkan pada waktu itu. Kesimpulan ini diperkuat dengan hadits berikut ini:

عَنْ أَنَسِ قَالَ: كَانَ لأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ من كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ بِهِمَا خَيْرا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النحر


“Anas berkata: “Kaum Jahiliyah memiliki dua hari dalam setiap tahun untuk bersenang-senang. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah, beliau bersabda: “Kalian memang memiliki dua hari untuk bersenang-senang, dan Allah telah menggantikan yang lebih baik dari pada dua hari tersebut bagi kalian yaitu hari raya idul fitri dan idul adha.” (HR. Muslim [1767]).

Menurut para ahli sejarah bahwa Idul Fitri dan Idul Adha disyariatkan pada tahun pertama atau kedua Hijriah, sedangkan ibadah Haji baru disyariatkan pada tahun ke enam atau kesembilan Hijriah, sehingga untuk menentukan hari raya Idul Adha tidak harus menunggu jamaah haji wukuf di Arafah. Al-Imam an-Nawawi berkata : “ Haji disyariatkan pada tahun keenam, ada yang mengatakan tahun kesembilan Hijiriyah.”

Kesimpulan di atas diperkuat oleh hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu berikut ini, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صيامُ يومِ عرفةَ : إِني أحْتَسِبُ على الله أن يُكَفِّرَ السنة التي بعدَه والسَّنَّة التي قبلَهُ

“Puasa hari Arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan penebus (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Muslim).

Hadits di atas memberikan anjuran agar berpuasa pada hari Arafah. Sedangkan orang yang sedang wukuf di Arafah, tidak disunnahkan baginya untuk berpuasa, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa pada hari itu. Kesimpulan bahwa puasa Arafah tidak tergantung dengan orang wukuf di Arafah, diperkuat dengan hadits berikut ini:

عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ عُمَرَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ، وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ.

Dari Hafshah binti Umar: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah, puasa ‘asyura’, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An-Nasa’i 4/221, Abu Dawud [2452], Ahmad 6/289).

Dua hadist di atas saling menguatkan, dan menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan puasa Arafah adalah puasa 9 Dzulhijjah, bukan ketika orang wukuf di Arafah

KESIMPULAN
1. Berpuasa Arafah tidak harus menunggu orang-orang wukuf di Arafah, akan tetapi sesuai dengan rukyah di masing-masing daerah.

ikuti jawaban selengkapannya di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar